Kamis, 15 November 2012

MANISNYA IMAN



MANISNYA IMAN
Adalah umum orang yang memiliki sesuatu tentu ingin merasakan nikmat dan manfaat dari sesuatu yang dimilikinya itu. Apa guna punya radio bagus kalau telinga tuli, apa guna punya sepatu mahal kalau tidak punya kaki, apa guna punya TV berwarna gambarnya terang kalau mata buta.
Demikian juga iman, apa arti iman itu kalau kita belum bisa merasakan nikmatnya, indahnya, dan manisnya iman. Orang yang merasa manisnya iman, manis rasanya ketika dia sujud, manis rasanya ketika dia berlapar dan berhaus melaksanakan ibadah puasa, manis rasanya ketika dia menginfakkan sebagian dari harta yang dimilikinya, manis rasanya ketika dia melaksanakan wukuf di padang arafah berhaji untuk Allah, manis rasanya melaksanakan apapun yang menjadi tuntutan dari ibadah imannya itu.
Untuk bisa menikmati manisnya, indahnya iman, Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita ada 3 perkara, siapa yang memiliki 3 perkara tersebut dia akan merasakan manisnya iman dan indahnya iman itu.
Pertama, seseorang yang ceritanya kepada Allah dan Rasulnya diatas segalanya. Kita diberikan hati, dalam hati bertumpuk sejuta rasa apa yang paling dominan di hati, itulah yang menjadi kecendrungan kita. Kita cinta harta benda! Tentu, kita cinta tanah air! Itupun bagian dari iman, cinta pangkat dan jabatan! Wajar, kita cinta anak dan istri! Ia, dan agama pun tidak melarang. Cintailah apa yang engkau perlu cintai, tetapi ingat pada suatu saat kita akan berpisah. Kepada Allah dan Rasulnyalah kita tidak akan berpisah selamanya. Kesanalah idealnya kita memperbanyak rasa cinta ini.
Kedua, dia cinta kepada sesama hamba karena Allah semata, bukan karena kepentingan. Kalau cinta karena kepentingan kita taat dan setia, tetapi begitu kita merasa kepentingan kita diabaikan kita jadi musah nomor 1. Pantas saja kalau di panggung politik ada pameo tidak ada teman abadi, yang ada tujuan abadi. Hari ini menjadi teman besok menjadi lawan, hari ini disanjung besok digusur. Agama menganjurkan agar cinta sesama hamba karena Allah bukan karena kepentingan, bukan mencari kehormatan diri, tetapi semata-mata kerena Allah. Kau di jalan Allah maka kau saudara saya, kau keluar di jalan Allah maka sampai di sini saja. Contoh “saya sih tau kalau minum minuman keras itu haram tetapi saya menghormati teman jadi saya ikut minum”. Contoh di atas menghormati teman tetapi mengorbankan keyakinan, untuk hal-hal seperti itu tidak ada toleransi. Bersaudara karena Allah, berteman karena Allah, berpisahpun juga karena Allah.
Ketiga, dia benci kekafiran, kebatilan, kezaliman, kemungkaran, ketidak adilan, dan maksiat, Sebagaimana dia tidak suka kepada neraka. Jangankan masuk neraka mendekatpun kita tidak mau, seperti itulah seharusnya sikap kita menghadapi kemungkaran. Bukankah Rasulullah mengisyaratkan kalau kamu melihat kemungkaran cegahlah dengan tangan, kalau kamu tidak mampu maka dengan lidah, jika tidak sanggup maka dengan hati, setidaknya jangan join dengan kebatilan dan kemungkaran tersebut.

Minggu, 04 November 2012

AMARAH

Bisa jadi kata amarah berasal dari bahasa kitab suci al-Qur'an. amarah berasal dari kata "amara" yang berarti menyuruh atau mendorong. ada suruhan atau dorongan di dalam hati manusia menghadapi suatu situasi sehingga berdebar jantungnya, sehingga bergetar bibirnya, tangannya pun bergetar, bahkan bisa jadi mengambil di sekelilingnya dan memecahkan. yang menyuruh ketika itu adalah nafsu. al-Qur'an menyatakan "sesungguhnya nafsu itu amarah mendorong dan berkali-kali mendorong kepada burukan, tetapi ada juga amarah mendorong dari dalam yang menyuruh adalah jiwa manusia. ketika itu amarah ini tidak sampai menimbulkan suatu yang buruk, tetapi amarah ketika itu terkendali oleh jiwa manusia.
Amarah ada yang positif dan ada pula yang negatif. yang negatif menjadikan wajah merah, hati berdebar, dan tidak berfikir bagaimana dan kapan amarah itu dilampiaskan. sedangkan amarah yang positif menjadikan seseorang berfikir dan melihat di mana, kapan, dan terhadap siapa amarah harus dilampiaskan. karena itu orang yang bertakwa dalam al-Qur'an dijelaskan, apabila setan datang menggodanya untuk marah tetapi dia sadar dan seketika itu dia melihat apa yang terbaik, apa yang harus dilakukan.
Sekali lagi amarah ada yang positif dan ada yang negatif. karena itu, al-Qur'an berpesan dan memuji orang-orang yang mampu menahan amarahnya, al-Qur'an tidak mengatakan "yang tidak marah" tetapi mampu menahan amarahnya, waktu itu ia berfikir apakah sasaran, waktu dan tempat telah tepat, jika telah tepat dia akan berfikir apa dampak dari amarah itu. tidakkah amarah itu memberi dampak yang lebih buruk dari kesalahan dan yang terakhir dilakukannya ketika semua itu dinilainya telah benar dia meluruskan niat untuk melampiaskan amarahnya.
Saidina Ali Ra. dalam suatu peperangan telah siap untuk membunuh lawan, musuh meludahi beliau maka ketika itu timbul amarah yang didorong oleh nafsu, tetapi beliau bertahan beliau berfikir dan tidak jadi membunuh musuhnya, ketika ditanya mengapa engkau tidak membunuhnya? beliau menjawab , kalau aku membunuhnya ketika itu, maka itu adalah akibat dari dorongan nafsu amarah yang meluap yang tidak pada tempatnya.
Kalau kita ingin mengetahui kelapangan dada seseorang lihatlah waktu dia marah. kalau dia dapat menguasai dirinya ketika itu dialah orang yang berlapang dada, tetapi kalau dia menjadi bagaikan gunung merapi yang meledak mengeluarkan lahar, maka ketahuilah orang tersebut tidak lagi terkendali emosinya, dan orang tersebut terancam dengan amarah tuhan. karena itu, agama berpesan ketika anda marah ingat pula bahwa kemarahan anda didorong mengundang amarah tuhan. itulah sebabnya sehingga nabi SAW. mewasiati seorang yang sering marah, "jangan marah didorong oleh nafsu niscaya engkau akan memperoleh surga.

Sabtu, 03 November 2012

HUKUM LINGKUNGAN



Nama               : Muhammad Nuhram
Nim                 : 08400309
RESENSI BUKU
HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA
Biodata Penulis Buku
Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H. LL.M lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Ia sejak 30 Desember 2008 diangkat menjadi hakim agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan juga memperoleh tugas tambahan sebagai Wakil Koordinator Tim Pembaruan Peradilan. Ia menyelesaikan studi S1 pada Fakultas Hukum Universitas Andalas, padang pada tahun 179. Setelah menyelesaikan studi S1 tersebut ia menjadi dosen pada Fakultas Hukum Universitas Andalas yaitu sejak 1 April 1980 hingga 30 Desember 2008.  Pada tuhun 1987 ia meraih gelar Mater of Laws (LL.M) pada Fakultas Hukum Universitas Dalhousie, Halifax Canada dan kemudian memperoleh gelar Dokter ilmu hukum lingkungan dari Universitas Airlangga, Surabaya tahun 1997.
Selama menjadi dosen pada Fakultas Hukum Universitas Andalas, ia pernah menduduki jabatan struktural sebagai pembantu Dekan II tahun 1998-2002 dan sebagai Dekan tahun 2002-2006. Karya-karya tulis lainnya, antara lain, adalah Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Airlangga University Press, 2003, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui pendekatan Mufakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010. Publikasi internasionalnya, antara lain, adalah “Forestry Law and Policy in Relation to Environmental Managament in Indonesia”, dalam Towards Integrated environmental Managament in Indonesia? Adriaan Bedner & Nicole Niessen (eds), 2003, School of Asian, African and American Studies, Leiden, the Netherlands dan Toward Integrated environmental Law: Indonesian Experiences So Far and Expectations of A Future Environmental Management Act.
Ia juga pernah menjadi peneliti pada Indonesian Center for Environmental law (ICEL) 1995-2008. Ia aktif menghadiri berbagai pertemuan ilmiah nasional dan internasional dalam bidang hukum lingkungan sebagai pembicara atau pemakalah. Ia juga salah seorang pendiri Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT) dan sering dilibatkan sebagai instruktur dalam pelatihan-pelatihan mediasi yang diselenggarakan oleh IICT maupun organisasi-organisasi lainnya. Ia juga beberapakali diminta sebagai penguji eksternal program Dokter pada Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda dan Fakultas Hukum Universitas Sydney Australia.
Prolog Dari Penulis Buku
            Penulis telah lama berkeinginan untuk menerbitkan sebuah buku tentan hukum lingkungan yang materinya komprehensif karena sebelum diangkat menjadi hakim agung yang penulis adalah seorang dosen mata kuliah hukum lingkungan. Buku-buku penulis yang telah diterbitkan sebelumnya, yaitu Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Airlangga University Press, 2003, materinya hanya mengambil salah satu permasalahan dalam hukum lingkungan yaitu “pengaturan bahan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun” dan mediasi, penyelesaian sengketa melalui pendekatan Mufakat, PT RajaGrafindo Persada, 2010 tidak secara khusus membahas hukum lingkungan. Namun, karena kesibukan-kesibukan, sedangkan untuk menulis memerlukan fokus waktu, keinginan untuk menerbitkan sebuah buku huku lingkungan yang materinya komprehensif selalu tertunda.
            Penerbitan buku ini diharapkan dapat mengisi kelangkaan buku-buku tentang hukum lingkungan di Indonesia karena hukum lingkungan sebagai sebuah bidang hukum yang relatif baru. Meskipun judul buku ini adalah Hukum Lingkungan di Indonesia, substansinya tidak hanya membahas norma, asas-asas dan dokrin-doktrin hukum yang berlaku di Indonesia, tetapi juga membahas doktrin-doktrin hukum di negara-negara lain, antara lain, yaitu Belanda dan Amerika Serikat, sehingga para pembaca memperoleh wawasan perbandingan selain pembahasan melalui pendekatan perbandingan terhadap hukum lingkungan di negara lain, pembahasan juga menggunakan pendekatan sejarah atau perkembangan hukum lingkungan Indonesia dari periode sebelum 1982 hingga perkembangan terakhir. Selain itu, buku ini juga membahas prinsip-prinsip yang diadopsi dalam instrumen-instrumen hukum internasional terutama deklarasi Rio1992 mengingat perkembangan hukum nasional juga dipengaruhi oleh perkembangan hukum lingkungan internasional. Buku ini materinya komprehensif karena tidak saja mengenai pengaturan hukum tentang masalah-masalah pencemaran lingkungan hidup, atau yang biasa disebut “brown issues”, tetapi juga mencakup pengaturan masalah-masalah pemamfaatan sumber daya alam yang lazim disebut “green issues”. Lagi pula buku ini membahas ketiga aspek dari substansi hukum lingkungan, yaitu hukum administrasi, hukum pidana dan hukum perdata. Buku ini bermanfaat tidak saja bagi para mahasiswa program S1, S2 dan S3 atau para akademisi, tetapi juga para praktisi hukum.
Deskripsi Isi Buku
            Buku ini diawali dengan pembahasan tentang latar belakang pengembangan hukum lingkungan yang mencakup: Masalah-masalah lingkungan sebagai pendorong, kesehatan, beberapa peristiwa pencemaran lingkungan di negara-negara maju, yang menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, antara lain adalah pencemaran merkuri di teluk Minamata Jepang, pencemaran udara di London 1952, pencemaran udara di Pennsylvania 1948, pencemaran sungai Wabigon di Kanada. Di Indonesia memang belum pernah terjadi peristiwa-peristiwa pencemaran lingkungan hidup yang spektakuler seperti peristiwa pencemaran tersebut di atas, yang terjadi di negara-negara maju. Namun, beberapa indikasi pencemaran telah terjadi dibeberapa tempat di indonesia, misalnya kasus pencemaran lingkungan yang kemudian telah menimbulkan sengketa-sengketa lingkungan (hal 4). , estetika, kerugian ekonomi dan tergantungnya ekositem alami (hal 4-6).
            Kemudian dalam bab selanjutnya buku ini membahas tentang pengaturan asas, hak dan kewajiban, kewenangan, kelembagaan dan instrumen dalam pengelolaan lingkungan hidup. Asas dan pengelolaan lingkungan hidup menurut UUPPLH didasarkan pada 14 asas, yaitu: tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisifatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik, otonomi daerah.
            Sedangkan tujuan terdapat pada pasal 3 UUPPLH memuat tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,  yaitu: melindungi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia, menjamin kelangsungan hidup makhluk hidup dan kelestarian ekositem, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan pembangunan berkelanjutan, mengantisipasi isu lingkungan global (hal 63).
            Buku ini juga membahas bagaimana penegakan hukum lingkungan dan penyelesaian sengketa lingkungan. Ruang lingkup hukum lingkungan adalah sebuah bidang atau cabang hukum yang memiliki kekhasan yang oleh Drupsteen disebut sebagai bidang hukum fungsional (functioneel rechtsgebeid), yaitu di dalamnya terdapat unsur-unsur hukum administrasi, hukum pidana dan hukum perdata.
            Hukum lingkungan administrasi, kerugian lingkungan dan kesehatan akibat pencemaran dan perusakan lingkungan dapat bersifat tidak terpulihkan. Oleh sebab itu, pengelolaan lingkungan semestinya lebih didasarkan pada upaya pencegahan daripada pemulihan. Hukum lingkungan memiliki fungsi yang amat penting karena salah satu bidang hukum lingkungan, yaitu hukum lingkungan administrasi memiliki fungsi preventif dan fungsi korektif terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan-persyaratan pengelolaan lingkungan. Sanksi hukum administrasi adalah sanksi-sanksi hukum yang dapat dijatuhkan oleh pejabat pemerintah tanpa melalui proses pengadilan terhadap seseorang atau kegiatan usaha yang melanggar ketentuan hukum lingkungan administrasi.
            Hukum lingkungan pidana, delik lingkungan adalah perintah dan larangan undang-undang kepada subyek hukum yang jika dilanggar diancam dengan penjatuhan sanksi-sanksi pidana, antara lain pemenjaraan dan denda, dengan jutuan untuk melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan maupun maupun unsur-unsur dalam lingkungan hidup seprtri hutan satwa, lahan, udara, dan air serta manusia (hal 221). Sangsi pidana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 terdapat pada pasal 40, yang berbunyi sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.
            Penegakan hukum lingkungan melalui gugatan perdata, misalyan gugatan oleh lembaga swadaya masyatakat. Di indonesia, gugatan perdata sebagai sarana penegakan hukum lingkungan juga dilakukan berdasarkan konsep perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1365 BW (hal 263).
            Adapun penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat dirumuskan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam pengertian luas sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan kepentingan antara dua pihak atau lebih yang timbul sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumberdaya alam di samping memberikan manfaat kepada sekelompok orang, juga dapat menimbulkan kerugian kepada kelompok lain. Seringkali manfaat dari suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dilihat secara makro, sementara resiko atau dampak negatif dari kegiatan itu dirasakan oleh sekelompok kecil orang.
Sengketa lingkungan hidup sebenarnya tidak terbatas pada sengketa-sengketa yang timbul karena peristiwa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, tetapi juga meliputi sengketa-sengketa yang terjadi karena adanya rencana-rencana kebijakan pemerintah dalam bidang pemanfaatan dan peruntukan lahan, pemanfaatan hasil hutan, kegiatan penebangan, rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik, rencana pembangunan waduk, rencana pembangunan saluran udara tegangan tinggi. Dengan demikian, pengertian sengketa lingkungan mencakup konteks yang relatif luas.
Akan tetapi, UULH 1997 dan UUPPLH menganut perumusan sengketa lingkungan hidup dalam arti sempit. Sengketa lingkungan hidup dalam UUPPLH dirumuskan pada pasal 1 butir 25 sebagai “perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan berpotensi dan / atau telah berdampak pada lingkungan hidup”. Jadi fokusnya masih pada kegiatan, belum mencakup kebijakan atau program pemerintah yang berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan hidup. Dalam UULH 1997 pengertian sengketa lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 butir 19, yaitu “perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup”. Akibat dari rumusan sempit pengertian sengketa lingkungan hidup, maka pokok bahasan terbatas pada masalah ganti kerugian dan pemulihan lingkungan.
Sengketa lingkungan berkisar pada kepentingan-kepentingan atau kerugian-kerugian yang besifat ekonomi, misalnya hilang atau terancamnya mata pencaharian dan pemerosotan kualitas atau nilai ekonomi dari hak-hak kebendaan, dan juga berkaitan dengan kepentingan-kepentingan non ekonomi sifatnya. Misalnya terganggunya kesehatan, kegiatan rekreasional, keindahan, dan kebersihan lingkungan (hal 267).
Kelebihan buku ini yaitu di tulis secara sistematis dan terperinci, yang mana diawal membahas buku ini merinci tentang latar belakang pengembangan hukum lingkungan hingga penegakan hukum lingkungan dan penyelesaian sengketa lingkungan, sehingga memudahkan para pembaca untuk memahami isi buku tersebut.
Kelebihan yang lainnya bahwa buku ini nganalisis dan membandingkan undang-undang yang mengenai hukum lingkungan sehingga memberi pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada undang-undang hukum lingkungan yang telah ada. Undang-undang tersebut adalah dari udang-undang nomor 4 tahun 1982 ke undang-undang nomor 23 tahun 1997 dan dari undang-undang nomor 23 tahun 1997 ke undang-undang nomor 32 tahun 2009.
Selain itu buku ini juga memberikan contoh-contoh kerusakan lingkungan yang ada disekitar kita secara kongkrit, sehingga tika dapat mengetahui secara langsung mengenai penyebab-penyebab kerusakan lingkungan dan dampak-dampak yang terjadi dari kerusakan lingkungan tersebut. Buku ini juga membahas prinsip-prisip hukum lingkungan yang diadopsi dalam instrumen-instrumen hukum internasional, yang utama Deklarasi Rio 1992.
Adapun kritik terhadap buku ini menurut peresensi yaitu, sampul dan desain buku ini belum menggambarkan secara jelas tentang isi dari buku itu dan kurang menarik karena hanya menampilkan daun-daun yang berwarna hijau dalam pengertian bahwa lingkungan yang sehat dan tidak tercemar, padahal isi dari buku tersebut tidak hanya membahas tentang lingkungan yang sehat tetapi lingkungan yang tercemarpun dibahas.
Menurut peresensi, sebaiknya sampul buku tersebut hendaknya menggambarkan tentang isi yang ada dalam buku, sehingga para pembaca yang hendak membaca buku teresebut  sudah mendapat gambaran tentang isi buku sebelum membacanya. Sampul yang dibuat dengan desain yang indah dan menarik juga akan menjadi gaya tarik tersendiri oleh para pembaca untuk membaca dan bahkan ingin memilikinya.
Demikian tenteng buku ini, untuk itu buku ini sangat penting bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya para akademisi yang bergelut dibidang hukum. Hukum lingkungan merupakan instrumen yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali memuat kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan. Penulis buku ini bukan hanya seorang akademisi, melainkan juga praktisi dalam bidang hukum selama beberapa tahun, sehingga diharapkan buku ini dapat memberikan pembahasan yang komprehensif, menyangkut tidak saja mengenai pengaturan hukum tentang masalah-masalah pencemaran lingkungan hidup, tetapi juga mencakup pengaturan masalah-masalah pemanfaatan sumber daya alam yang lazim disebut “green issues”.

PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Cetakan Ke-1, Agustus 2011
Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H. LL.M
Hukum Lingkungan Di Indonesia




KHITAN

PENDAHULUAN
            Sebagai agama yang universal dalam ajarannya Islam tidak hanya mengatur bagaimana umat beribadah kepada Allah yang merupakan Tuhan sekaligus sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Begitu juga dengan ajarannya yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Isi yang dikandungnya tidak hanya berisi bagaimana seorang hamba beribadah kepada Allah semata tapi ia juga mencakup seluruh aspek kehidupan dari umatNya.
            Keuniversalan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah dapat dilihat dan dibuktikan dengan kompleksitas dan komprehensifnya Islam terhadap segala permasalahan dan problem umatnya. Jika kita lihat dan amati dewasa ini, maka akan banyak kita dapati bahwa ternyata baik ulama terdahulu maupun ulama yang kontemporer banyak menulis kitab-kitab fiqh yang beraneka macam jenis dan ragamnya. Seperti adanya fiqh tentang wanita, politik, Negara, zakat dan masih banyak lagi jenis dan macamnya. Ini merupakan salah satu dari kompleksitas dan kekomprehensifan ajaran Islam.
            Terdapatnya kitab-kitab fiqh yang beraneka ragam, baik yang membahas permasalahan yang sudah ada maupun permasalahan yang saat ini baru muncul dan berkembang di masyarakat. Fiqh kontemporer adalah salah satu fiqh yang saat ini cukup dapat menjawab problematika yang ada di masyarakat.
            Berangkat dari paparan di atas, maka pada makalah yang kami susun ini merupakan sebuah permasalahan dari permasalahan kontemporer yang ada saat ini yaitu khitan pada anak perempuan.

            Permasalahan
1.      Landasan hukum khitan?
2.      Dampak hygeine dari khitan?
3.      Bagaimana khitan pada wanita?
4.      Manfaat khitan menurut kesehatan?
5.      Batasan Seorang yang di khitan ?
PEMBAHASAN
A.    Landasan hukum khitan
1)      Definisi khitan[1]
Menurut Ibnu Manzhur,, khitan berasal dari kata al-khatnu, yaitu bagian yang harus dipotong dari kaum laki-laki maupun wanita. Dalam sebuah hadits disebutkan:
            إذا التقى الختانان فقد وجب عليه الغسل (رواه النسائ و الترمذى)    
            Dari hadits ini berarti khitan berlaku bagi laki-laki dan wanita. Ada yang berpendapat, istilah khitan dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita disebut khafadh. Proses pemotongannya disebut i’dzar dan khafadh. Khitanah adalah profesi juru khitan dan khatan adalah pekerjaan mengkhitan anak-anak.
            Para ulama ilmu syariat mendefinisikan khitan sebagai berikut: “Memotong sebagian dari bagian tertentu dari anggota tubuh tertentu.”
            Mayoritas ulama juga telah menetapkan definisi khitan, dan berikut ini sebagian di antaranya:
o   Menurut Al-Mawardy, khitan orang laki-laki ialah dengan memotong kulit yang menutupi kepala penis. Dan khitan bagi wanita ialah dengan memotong kulit di bagian atas vagina (kelentit).
o   Menurut Imamul-Haramain, yang selayaknya bagi laki-laki ialah dengan memotong qulfah (kulit penutup kepala penis sebelum dikhitan), yaitu kulit yang menutupi kepala penis, sehingga tidak ada lagi sisa kulit yang menjulur.
o   Menurut Imam An-Nawawy, yang harus dilakukan laki-laki ialah memotong semua kulit yang menutupi kepala penis, sehingga seluruh kepala bagian penis tampak. Dan, bagi wanita ialah dengan memotong ujung kulit di bagian atas vagina.



2)      Hukum khitan[2]
Karena tidak adanya dalil-dalil yang kuat, tegas dan pasti dari pembuat syariat, maka para ulama pun berbeda pendapat mengenai masalah ini, tergantung kepada perbedaan sisi pandang mereka terhadap dalil-dalil yang ada, atau tergantung kepada satu dalil saja. Tetapi meskipun begitu, memungkinkan bagi kita untuk membatasi pendapat para ulama menjadi tiga macam pendapat:
Pertama: Khitan wajib bagi laki-laki dan wanita, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Di antara orang yang berpendapat seperti ini adalah Asy-Syafi’y. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Atha’. Bahkan dia berkata, “Andaikata orang dewasa masuk Islam, maka Islamnya belum sempurna sehingga dia dikhitan.”
Dalil yang menguatkan pendapat ini adalah firman Allah:
ثم أوحينا أن اتبع ملة إبراهيم حنيفا وماكان من المشركين (النحل: 123)[3]
            Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa Ibrahim Alaihis-Salam juga telah khitan, dengan berkata:
            “Ibrahim melakukan khitan, sedangkan beliau sudah berumur delapan puluh tahun dengan menggunakan alat pertukangan kayu.”
            Dengan memperbincangkan satu dalil, bahwa perbuatan Ibrahim Alaihis-Salam tidak menunjukkan wajibnya khitan. Sebab bisa saja apa yang dilakukan itu hanya sebatas sunat. Namun orang yang mewajibkan khitan menolak pendapat ini, dengan menyatakan bahwa Ibrahim tidak mengerjakan hal itu pada umurnya yang sudah relatif lanjut kecuali karena perintah Allah.
            Kedua: Khitan wajib bagi laki-laki dan sunat bagi wanita. Artinya, mereka setuju dengan pendapat pertama di atas tentang kewajiban khitan, tetapi hanya berlaku bagi kaum laki-laki saja. Berbeda dengan kaum wanita. Di antara mereka yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad bin Hambal.
            Dalil yang mereka pergunakan tentang sunat khitan bagi wanita adalah hadits Syaddad bin Aus, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau berkata:
الختان سنة للرجال و مكرمة للنساء (رواه أحمد و أبو داود)
            Ketiga: Khitan adalah sunat bagi laki-laki dan wanita. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik dan mayoritas ulama. Pendapat ini juga dinukil dari sebagian madzhab Asy-Syafi’y dan Abu Hanifah. Mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata:
“Fithrah itu ada lima perkara,, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.”
B.     Dampak hygeine dari khitan[4]
Ada beberapa dampak hygeine dari pelaksanaan khitan, di antaranya:
1)      Khitan itu membawa kebersihan, keindahan dan meluruskan syahwat.
2)      Khitan itu merupakan cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai penyakit.
Dr. Shabri al-Qabani, di dalam bukunya Hayatuna al-Jinsiyah (kehidupan seksual kita) mengatakan bahwa khitan mempunyai beberapa dampak hygeine, di antaranya:
1)      Dengan terkelupasnya quluf berarti seseorang akan selamat dari peluh berminyak dan sisa kencing yang mengandung lemak dan kotor. Sisa tersebut tentu bisa mengakibatkan gangguan kencing dan pembusukan.
2)      Dengan dipotong quluf, berarti seseorang akan selamat dari bahaya terganggunya hasafat ketika mengembang.
3)      Khitan dapat mengurangi kemungkinan terjangkit penyakit kanker. Kenyataan ini membuktikan bahwa kanker banyak terjangkit pada orang-orang yang qulufnya sempit dan jarang didapat pada bangsa-bangsa yang berpegang, bahwa khitan itu wajib.
4)      Jika segera mengkhitankan anak, memungkinkan untuk menghindarkan anak dari ngompol.
Dr. Ali Akbar, misalnya berpendapat bahwa wanita yang tidak berkhitan dapat menimbulkan penyakit bagi suami bila bersetubuh, karena kelentitnya mengeluarkan smegma yang berbau busuk dan dapat menjadi perangsang timbulnya kanker pada zakar lelaki dan kanker pada leher rahim wanita, sebab di dalamnya hidup hama, virus yang menyebabkan kanker tersebut.
Prof. Dr. Hinselman juga beranggapan bahwa laki-laki yang tidak berkhitan bisa menjadi sebab timbul kanker leher rahim bagi wanita pasangannya.
C.    Bagaimana khitan pada wanita[5]
Ulama fiqih juga berbeda pendapat mengenai khitan bagi wanita. Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, khitan bagi wanita merupakan suatu kehormatan atau kemuliaan dan hukumnya mubah (boleh saja), seperti sabda Nabi saw “ khitan itu sunnah bagi laki-laki dan makramah (kehormatan ) bagi kaum wanita”. (HR al-Jamaah) sedangkan menurut mazhab Syafi’i, hukumnya tetap wajib sebagaimana laki-laki. Dasarnya adalah keumuman perintah Nabi dalam sabdanya, “potonglah rambut jahiliah dan berkhitanlah.” Dalam hadits ini tidak dibedakan antara laki-laki dan prempuan. Artinya, khitan bagi perempuan dan laki-laki diwajibkan.
Dalam pemikiran Prof. Dr. Yusup al-Qaradhawi, ulama kontemporer dari mesir, pendapat yang dianggap paling baik (paling dapat diterima dan lebih realistis) bagi perempuan adalah khitan ringan. Sebagaimana terdapat dalam salah satu hadits yang artinya, “ bahwa Nabi saw. Pernah berkata kepada seorang wanita juru khitan anak perempuan, sedikit sajalah dipotongnya dan hal itu akan menambah cantik wajahnya dan akan membuat terhormat dalam pendangan suaminya di kemudian hari.
Lebih lanjut, Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa khitan di berbagai negeri islam tidak sama. Ada negeri yang tradisi penduduk muslimnya mengkhitankan anak perempuan antara lain di Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam. Namun ada yang tidak melakukannya antara lain; negara-negara timur tengah. Pengkhitanan yang paling cocok, khususnya bagi anak perempuan adalah pengkhitanan yang sedikit, namun pada akhirnya terserah pada orang tuanya.[6]
Dengan demikian pelaksanaan khitan bagi perempuan juga harus didasarkan pada asas kemaslahatan. Jika ada alasan dan prosedur medis yang membawa maslahat bagi perempuan dalam khitan, menjadi boleh bahkan sunnah. Sebaliknya bila menimbulkan efek negatif (madharat bagi perempuan) seperti dapat menghilangkan kenikmatan seksual perempuan maka hukumnya tidak boleh. Ini berbeda bila pelaksanaan praktek khitan perempuan yang hanya mencolek ujung klitoris dengan jarum secara ringan untuk melepaskan kulit atau kudung klitoris saja, maka justru akan membawa maslahat. Karena jika kudung klitoris masih utuh, menurut para ahli seksologi, perempuan justru akan kesulitan mencapai orgasme dan kenikmatan seksual. Dengan khitan yang mengikuti prosedur yang benar tersebut akan membantuh menumbuhkan kepekaan (sensualitas dan sensitivitas) seksual perempuan di dalam bersenggama sehingga dapat mencapa orgasme tanpa kesulitan.[7]
Menurut tradisi, maka khitanan pada anak perempuan ini sedikitnya terdapat empat cara:
1)      Memotong sedikit dari kulit sebelah atas “Vulva” (farji).
2)      Memotong “badhr” (praeputium clitoridis) yaitu kulit penutup kelentit.
3)      Memotong “labia minora”.
4)      Memotong bagian clitoris yang tampak keluar.

D.    Manfaat khitan menurut kesehatan[8]
Sebagaimana yang diketahui, khitan termasuk Sunnah Nabi Shallallahu Alaihis-Salam. Hal ini sudah cukup  untuk mengatakannya sebagai keutamaan dan kemuliaan. Tetapi nash-nash syariat yang shahih selalu sesuai dengan pengabaran ilmiah yang teruji. Dari berbagai kesesuaian inilah perintah khitan dating dari syariat maupun dari ilmu kedokteran. Kita mendapatkan para pakar yang tahu persis tentang anggota tubuh manusia ini, menetapkan para pakar yang tahu persis tentang anggota tubuh manusia ini, menetapkan sekian banyak manfaat khitan. Padahal sebagian besar dari mereka itu adalah orang-orang non-Muslim.
Di antara manfaat-manfaat khitan sebagaimana yang disebutkan para pakar adalah:
1)      Ada manfaat yang sangat penting dalam khitan. Sebab sudah jelas bahwa di dalam qulfah terdapat microbe (kuman) yang semakin bertambah banyak bila kita tidak memotongnya pada waktu yang tepat, yang kadang-kadang bisa berakibat fatal bagi seseorang. Maka jalan keluar menurut ilmu kedokteran dan menurut para pakarnya ialah dengan memotongnya sesegera mungkin.
2)      Pada waktu kencing, sebagian kencing ada yang masih terselip di antara qulfah dan kepala penis. Di samping sisa-sisa kencing ini merupakan sarang yang subur bagi microbe di tempat itu, biasanya juga masih keluar setelah diceboki, sehingga najisnya mengenai badan atau pun pakaian, sehingga hal ini seringkali menimbulkan rasa was-was bagi seseorang. Sebab dia menduga-duga sisa-sisa kencing itu keluar lagi dari penis, sehingga dia harus wudhu lagi.
3)      Memotong qulfah mempunyai pengaruh yang sangat baik bagi hubungan suami istri. Sebab wanita yang tidak dikhitan akan mendapat kenikmatan puncak dari hubungan seksual, yang tidak didapatkan pada wanita yang dikhitan. Wanita yang dikhitan mendapatkan kenikmatan seksual yang tidak terlalu berlebih-lebihan. Maka tatkala wanita yang tidak dikhitan mencapai kenikmatan seksual yang memuncak, justru bisa menimbulkan resiko yang besar.
4)      Di samping khitan sebagai salah satu syiar Islam, ia juga untuk membedakan antara orang Muslim yang menjaga sunnah agamanya  dan orang yang menentangnya  atau menentang akidah Islam. Sebab yang menjaga tradisi khitan adalah orang-orang Muslim..

E.     Batasan Seorang yang di khitan
Menurut Imam an-Nawawi, usia untuk berkhitan tidak ditentukan secara khusus dan tegas oleh syara. Dianjurkan mengerjakan khitan itu selekas mungkin, bahkan sebaiknya hari ketujuh sesudah lahir, jika dianggap bayi tidak akan mendapat bahaya karena itu, seperti yang dilakukan di Timur Tengah. Dalam tradisi masyarakat Islam Indonesia terutama bagi anak laki-laki. Keluarga muslim biasanya mengkhitan anaknya yang pria pada usiah tingkat sekolah dasar, yakni sekitar usia 6-12 tahun.[9]




KESIMPULAN
            Secara terminologi khitan berarti memotong sedikit kulit yang menutup pada anggota tubuh tertentu. Hal ini senada dengan dengan pendapat dari para ulama. Adanya pendapat yang beraneka ragam dari para ulama, maka hukum yang timbul dari permasalahan inipun menjadi banyak. Setidak-tidaknya terdapat tiga pendapat yang menyatakan hukum dari khitan ini.
            Dari adanya pendapat yang beraneka ragam ini, maka kami mengambil kesimpulan bahwa khitan pada laki-laki adalah wajib sedangkan pada wanita adalah sunnah. Hal ini dikarenakan ketidak jelasan nash yang menyatakan bahwa khitan pada wanita adalah wajib atau sunnah jadi tidak masalah apakah dilaksanakan atau tidak.
            Adanya bermacam cara dalam khitan terhadap wanita, maka seharusnya bagi orang tua yang mempunyai anak perempuan apabila ingin menkhitankan anak perempuannya hendaknya ia mengkhitankan anaknya pada tenaga medis yang berpengalaman dan profesional. Dengan diserahkannya suatu hal kepada ahlinya tentunya ketenangan batin dan keterjaminan serta keyakinan akan keselamatan bisa dipenuhi.
            Sungguh Maha Besar Allah dalam agama ini. Khitan adalah sebuah perkara dalam bidang kesehatan yang ternyata dalam Islam hal ini juga tidak luput dari perhatian. Inilah di antara beberapa hikmah yang sebenarnya susah bagi sebagian kita untuk menungkapnya. Begitu juga dengan khitan, dengan melakukan khitan akan menjamin kebersihan organ vital laki-laki juga bentuk ketaatan kita sebagai hamba Allah dalam berakidah.







DAFTAR PUSTAKA
(2002) Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan I. Cet.4; Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
As-Sayyid Ibrahim, Majdi, (1999) Lima Puluh Wasiat Rasulullah saw Bagi Wanita, Cet. 5; Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Ali Hasan, M, (1998) Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Cet. 3; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
(2004) Al-Quran digital version 2.1.
Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Cet 1, Jakarta; Gema Insani Press, (2003).




[1] Majdi As-Sayyid Ibrahim, Lima Puluh Wasiat Rasulullah saw Bagi Wanita, (Cet. 5; Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar, 1999), hal. 109-110.
[2] Ibid, hal. 110-112.
[3] Al-Quran digital version 2.1 2004.
[4] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, (Cet. 3; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hal. 182-183.
[5] Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan I, (Cet. 4; Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), hal. 68.
[6] Fiqih aktual(jawaban tuntas masalah kontemporer), Setiawan Budi Utomo, cet 1, Jakarta: Gema insani press, 2003, hal 287-288.
[7] Ibid. Hal. 305.
[8] Op. Cit. Majdi As-Sayyid Ibrahim, hal. 114-116.
[9] Op.Cit, Fiqih Aktual, Setiawan Budi Utomo, Hal. 289.