Sabtu, 03 November 2012

KHITAN

PENDAHULUAN
            Sebagai agama yang universal dalam ajarannya Islam tidak hanya mengatur bagaimana umat beribadah kepada Allah yang merupakan Tuhan sekaligus sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Begitu juga dengan ajarannya yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Isi yang dikandungnya tidak hanya berisi bagaimana seorang hamba beribadah kepada Allah semata tapi ia juga mencakup seluruh aspek kehidupan dari umatNya.
            Keuniversalan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah dapat dilihat dan dibuktikan dengan kompleksitas dan komprehensifnya Islam terhadap segala permasalahan dan problem umatnya. Jika kita lihat dan amati dewasa ini, maka akan banyak kita dapati bahwa ternyata baik ulama terdahulu maupun ulama yang kontemporer banyak menulis kitab-kitab fiqh yang beraneka macam jenis dan ragamnya. Seperti adanya fiqh tentang wanita, politik, Negara, zakat dan masih banyak lagi jenis dan macamnya. Ini merupakan salah satu dari kompleksitas dan kekomprehensifan ajaran Islam.
            Terdapatnya kitab-kitab fiqh yang beraneka ragam, baik yang membahas permasalahan yang sudah ada maupun permasalahan yang saat ini baru muncul dan berkembang di masyarakat. Fiqh kontemporer adalah salah satu fiqh yang saat ini cukup dapat menjawab problematika yang ada di masyarakat.
            Berangkat dari paparan di atas, maka pada makalah yang kami susun ini merupakan sebuah permasalahan dari permasalahan kontemporer yang ada saat ini yaitu khitan pada anak perempuan.

            Permasalahan
1.      Landasan hukum khitan?
2.      Dampak hygeine dari khitan?
3.      Bagaimana khitan pada wanita?
4.      Manfaat khitan menurut kesehatan?
5.      Batasan Seorang yang di khitan ?
PEMBAHASAN
A.    Landasan hukum khitan
1)      Definisi khitan[1]
Menurut Ibnu Manzhur,, khitan berasal dari kata al-khatnu, yaitu bagian yang harus dipotong dari kaum laki-laki maupun wanita. Dalam sebuah hadits disebutkan:
            إذا التقى الختانان فقد وجب عليه الغسل (رواه النسائ و الترمذى)    
            Dari hadits ini berarti khitan berlaku bagi laki-laki dan wanita. Ada yang berpendapat, istilah khitan dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita disebut khafadh. Proses pemotongannya disebut i’dzar dan khafadh. Khitanah adalah profesi juru khitan dan khatan adalah pekerjaan mengkhitan anak-anak.
            Para ulama ilmu syariat mendefinisikan khitan sebagai berikut: “Memotong sebagian dari bagian tertentu dari anggota tubuh tertentu.”
            Mayoritas ulama juga telah menetapkan definisi khitan, dan berikut ini sebagian di antaranya:
o   Menurut Al-Mawardy, khitan orang laki-laki ialah dengan memotong kulit yang menutupi kepala penis. Dan khitan bagi wanita ialah dengan memotong kulit di bagian atas vagina (kelentit).
o   Menurut Imamul-Haramain, yang selayaknya bagi laki-laki ialah dengan memotong qulfah (kulit penutup kepala penis sebelum dikhitan), yaitu kulit yang menutupi kepala penis, sehingga tidak ada lagi sisa kulit yang menjulur.
o   Menurut Imam An-Nawawy, yang harus dilakukan laki-laki ialah memotong semua kulit yang menutupi kepala penis, sehingga seluruh kepala bagian penis tampak. Dan, bagi wanita ialah dengan memotong ujung kulit di bagian atas vagina.



2)      Hukum khitan[2]
Karena tidak adanya dalil-dalil yang kuat, tegas dan pasti dari pembuat syariat, maka para ulama pun berbeda pendapat mengenai masalah ini, tergantung kepada perbedaan sisi pandang mereka terhadap dalil-dalil yang ada, atau tergantung kepada satu dalil saja. Tetapi meskipun begitu, memungkinkan bagi kita untuk membatasi pendapat para ulama menjadi tiga macam pendapat:
Pertama: Khitan wajib bagi laki-laki dan wanita, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Di antara orang yang berpendapat seperti ini adalah Asy-Syafi’y. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Atha’. Bahkan dia berkata, “Andaikata orang dewasa masuk Islam, maka Islamnya belum sempurna sehingga dia dikhitan.”
Dalil yang menguatkan pendapat ini adalah firman Allah:
ثم أوحينا أن اتبع ملة إبراهيم حنيفا وماكان من المشركين (النحل: 123)[3]
            Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa Ibrahim Alaihis-Salam juga telah khitan, dengan berkata:
            “Ibrahim melakukan khitan, sedangkan beliau sudah berumur delapan puluh tahun dengan menggunakan alat pertukangan kayu.”
            Dengan memperbincangkan satu dalil, bahwa perbuatan Ibrahim Alaihis-Salam tidak menunjukkan wajibnya khitan. Sebab bisa saja apa yang dilakukan itu hanya sebatas sunat. Namun orang yang mewajibkan khitan menolak pendapat ini, dengan menyatakan bahwa Ibrahim tidak mengerjakan hal itu pada umurnya yang sudah relatif lanjut kecuali karena perintah Allah.
            Kedua: Khitan wajib bagi laki-laki dan sunat bagi wanita. Artinya, mereka setuju dengan pendapat pertama di atas tentang kewajiban khitan, tetapi hanya berlaku bagi kaum laki-laki saja. Berbeda dengan kaum wanita. Di antara mereka yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad bin Hambal.
            Dalil yang mereka pergunakan tentang sunat khitan bagi wanita adalah hadits Syaddad bin Aus, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau berkata:
الختان سنة للرجال و مكرمة للنساء (رواه أحمد و أبو داود)
            Ketiga: Khitan adalah sunat bagi laki-laki dan wanita. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik dan mayoritas ulama. Pendapat ini juga dinukil dari sebagian madzhab Asy-Syafi’y dan Abu Hanifah. Mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata:
“Fithrah itu ada lima perkara,, yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.”
B.     Dampak hygeine dari khitan[4]
Ada beberapa dampak hygeine dari pelaksanaan khitan, di antaranya:
1)      Khitan itu membawa kebersihan, keindahan dan meluruskan syahwat.
2)      Khitan itu merupakan cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai penyakit.
Dr. Shabri al-Qabani, di dalam bukunya Hayatuna al-Jinsiyah (kehidupan seksual kita) mengatakan bahwa khitan mempunyai beberapa dampak hygeine, di antaranya:
1)      Dengan terkelupasnya quluf berarti seseorang akan selamat dari peluh berminyak dan sisa kencing yang mengandung lemak dan kotor. Sisa tersebut tentu bisa mengakibatkan gangguan kencing dan pembusukan.
2)      Dengan dipotong quluf, berarti seseorang akan selamat dari bahaya terganggunya hasafat ketika mengembang.
3)      Khitan dapat mengurangi kemungkinan terjangkit penyakit kanker. Kenyataan ini membuktikan bahwa kanker banyak terjangkit pada orang-orang yang qulufnya sempit dan jarang didapat pada bangsa-bangsa yang berpegang, bahwa khitan itu wajib.
4)      Jika segera mengkhitankan anak, memungkinkan untuk menghindarkan anak dari ngompol.
Dr. Ali Akbar, misalnya berpendapat bahwa wanita yang tidak berkhitan dapat menimbulkan penyakit bagi suami bila bersetubuh, karena kelentitnya mengeluarkan smegma yang berbau busuk dan dapat menjadi perangsang timbulnya kanker pada zakar lelaki dan kanker pada leher rahim wanita, sebab di dalamnya hidup hama, virus yang menyebabkan kanker tersebut.
Prof. Dr. Hinselman juga beranggapan bahwa laki-laki yang tidak berkhitan bisa menjadi sebab timbul kanker leher rahim bagi wanita pasangannya.
C.    Bagaimana khitan pada wanita[5]
Ulama fiqih juga berbeda pendapat mengenai khitan bagi wanita. Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, khitan bagi wanita merupakan suatu kehormatan atau kemuliaan dan hukumnya mubah (boleh saja), seperti sabda Nabi saw “ khitan itu sunnah bagi laki-laki dan makramah (kehormatan ) bagi kaum wanita”. (HR al-Jamaah) sedangkan menurut mazhab Syafi’i, hukumnya tetap wajib sebagaimana laki-laki. Dasarnya adalah keumuman perintah Nabi dalam sabdanya, “potonglah rambut jahiliah dan berkhitanlah.” Dalam hadits ini tidak dibedakan antara laki-laki dan prempuan. Artinya, khitan bagi perempuan dan laki-laki diwajibkan.
Dalam pemikiran Prof. Dr. Yusup al-Qaradhawi, ulama kontemporer dari mesir, pendapat yang dianggap paling baik (paling dapat diterima dan lebih realistis) bagi perempuan adalah khitan ringan. Sebagaimana terdapat dalam salah satu hadits yang artinya, “ bahwa Nabi saw. Pernah berkata kepada seorang wanita juru khitan anak perempuan, sedikit sajalah dipotongnya dan hal itu akan menambah cantik wajahnya dan akan membuat terhormat dalam pendangan suaminya di kemudian hari.
Lebih lanjut, Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa khitan di berbagai negeri islam tidak sama. Ada negeri yang tradisi penduduk muslimnya mengkhitankan anak perempuan antara lain di Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam. Namun ada yang tidak melakukannya antara lain; negara-negara timur tengah. Pengkhitanan yang paling cocok, khususnya bagi anak perempuan adalah pengkhitanan yang sedikit, namun pada akhirnya terserah pada orang tuanya.[6]
Dengan demikian pelaksanaan khitan bagi perempuan juga harus didasarkan pada asas kemaslahatan. Jika ada alasan dan prosedur medis yang membawa maslahat bagi perempuan dalam khitan, menjadi boleh bahkan sunnah. Sebaliknya bila menimbulkan efek negatif (madharat bagi perempuan) seperti dapat menghilangkan kenikmatan seksual perempuan maka hukumnya tidak boleh. Ini berbeda bila pelaksanaan praktek khitan perempuan yang hanya mencolek ujung klitoris dengan jarum secara ringan untuk melepaskan kulit atau kudung klitoris saja, maka justru akan membawa maslahat. Karena jika kudung klitoris masih utuh, menurut para ahli seksologi, perempuan justru akan kesulitan mencapai orgasme dan kenikmatan seksual. Dengan khitan yang mengikuti prosedur yang benar tersebut akan membantuh menumbuhkan kepekaan (sensualitas dan sensitivitas) seksual perempuan di dalam bersenggama sehingga dapat mencapa orgasme tanpa kesulitan.[7]
Menurut tradisi, maka khitanan pada anak perempuan ini sedikitnya terdapat empat cara:
1)      Memotong sedikit dari kulit sebelah atas “Vulva” (farji).
2)      Memotong “badhr” (praeputium clitoridis) yaitu kulit penutup kelentit.
3)      Memotong “labia minora”.
4)      Memotong bagian clitoris yang tampak keluar.

D.    Manfaat khitan menurut kesehatan[8]
Sebagaimana yang diketahui, khitan termasuk Sunnah Nabi Shallallahu Alaihis-Salam. Hal ini sudah cukup  untuk mengatakannya sebagai keutamaan dan kemuliaan. Tetapi nash-nash syariat yang shahih selalu sesuai dengan pengabaran ilmiah yang teruji. Dari berbagai kesesuaian inilah perintah khitan dating dari syariat maupun dari ilmu kedokteran. Kita mendapatkan para pakar yang tahu persis tentang anggota tubuh manusia ini, menetapkan para pakar yang tahu persis tentang anggota tubuh manusia ini, menetapkan sekian banyak manfaat khitan. Padahal sebagian besar dari mereka itu adalah orang-orang non-Muslim.
Di antara manfaat-manfaat khitan sebagaimana yang disebutkan para pakar adalah:
1)      Ada manfaat yang sangat penting dalam khitan. Sebab sudah jelas bahwa di dalam qulfah terdapat microbe (kuman) yang semakin bertambah banyak bila kita tidak memotongnya pada waktu yang tepat, yang kadang-kadang bisa berakibat fatal bagi seseorang. Maka jalan keluar menurut ilmu kedokteran dan menurut para pakarnya ialah dengan memotongnya sesegera mungkin.
2)      Pada waktu kencing, sebagian kencing ada yang masih terselip di antara qulfah dan kepala penis. Di samping sisa-sisa kencing ini merupakan sarang yang subur bagi microbe di tempat itu, biasanya juga masih keluar setelah diceboki, sehingga najisnya mengenai badan atau pun pakaian, sehingga hal ini seringkali menimbulkan rasa was-was bagi seseorang. Sebab dia menduga-duga sisa-sisa kencing itu keluar lagi dari penis, sehingga dia harus wudhu lagi.
3)      Memotong qulfah mempunyai pengaruh yang sangat baik bagi hubungan suami istri. Sebab wanita yang tidak dikhitan akan mendapat kenikmatan puncak dari hubungan seksual, yang tidak didapatkan pada wanita yang dikhitan. Wanita yang dikhitan mendapatkan kenikmatan seksual yang tidak terlalu berlebih-lebihan. Maka tatkala wanita yang tidak dikhitan mencapai kenikmatan seksual yang memuncak, justru bisa menimbulkan resiko yang besar.
4)      Di samping khitan sebagai salah satu syiar Islam, ia juga untuk membedakan antara orang Muslim yang menjaga sunnah agamanya  dan orang yang menentangnya  atau menentang akidah Islam. Sebab yang menjaga tradisi khitan adalah orang-orang Muslim..

E.     Batasan Seorang yang di khitan
Menurut Imam an-Nawawi, usia untuk berkhitan tidak ditentukan secara khusus dan tegas oleh syara. Dianjurkan mengerjakan khitan itu selekas mungkin, bahkan sebaiknya hari ketujuh sesudah lahir, jika dianggap bayi tidak akan mendapat bahaya karena itu, seperti yang dilakukan di Timur Tengah. Dalam tradisi masyarakat Islam Indonesia terutama bagi anak laki-laki. Keluarga muslim biasanya mengkhitan anaknya yang pria pada usiah tingkat sekolah dasar, yakni sekitar usia 6-12 tahun.[9]




KESIMPULAN
            Secara terminologi khitan berarti memotong sedikit kulit yang menutup pada anggota tubuh tertentu. Hal ini senada dengan dengan pendapat dari para ulama. Adanya pendapat yang beraneka ragam dari para ulama, maka hukum yang timbul dari permasalahan inipun menjadi banyak. Setidak-tidaknya terdapat tiga pendapat yang menyatakan hukum dari khitan ini.
            Dari adanya pendapat yang beraneka ragam ini, maka kami mengambil kesimpulan bahwa khitan pada laki-laki adalah wajib sedangkan pada wanita adalah sunnah. Hal ini dikarenakan ketidak jelasan nash yang menyatakan bahwa khitan pada wanita adalah wajib atau sunnah jadi tidak masalah apakah dilaksanakan atau tidak.
            Adanya bermacam cara dalam khitan terhadap wanita, maka seharusnya bagi orang tua yang mempunyai anak perempuan apabila ingin menkhitankan anak perempuannya hendaknya ia mengkhitankan anaknya pada tenaga medis yang berpengalaman dan profesional. Dengan diserahkannya suatu hal kepada ahlinya tentunya ketenangan batin dan keterjaminan serta keyakinan akan keselamatan bisa dipenuhi.
            Sungguh Maha Besar Allah dalam agama ini. Khitan adalah sebuah perkara dalam bidang kesehatan yang ternyata dalam Islam hal ini juga tidak luput dari perhatian. Inilah di antara beberapa hikmah yang sebenarnya susah bagi sebagian kita untuk menungkapnya. Begitu juga dengan khitan, dengan melakukan khitan akan menjamin kebersihan organ vital laki-laki juga bentuk ketaatan kita sebagai hamba Allah dalam berakidah.







DAFTAR PUSTAKA
(2002) Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan I. Cet.4; Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
As-Sayyid Ibrahim, Majdi, (1999) Lima Puluh Wasiat Rasulullah saw Bagi Wanita, Cet. 5; Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Ali Hasan, M, (1998) Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Cet. 3; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
(2004) Al-Quran digital version 2.1.
Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Cet 1, Jakarta; Gema Insani Press, (2003).




[1] Majdi As-Sayyid Ibrahim, Lima Puluh Wasiat Rasulullah saw Bagi Wanita, (Cet. 5; Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar, 1999), hal. 109-110.
[2] Ibid, hal. 110-112.
[3] Al-Quran digital version 2.1 2004.
[4] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, (Cet. 3; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hal. 182-183.
[5] Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan I, (Cet. 4; Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), hal. 68.
[6] Fiqih aktual(jawaban tuntas masalah kontemporer), Setiawan Budi Utomo, cet 1, Jakarta: Gema insani press, 2003, hal 287-288.
[7] Ibid. Hal. 305.
[8] Op. Cit. Majdi As-Sayyid Ibrahim, hal. 114-116.
[9] Op.Cit, Fiqih Aktual, Setiawan Budi Utomo, Hal. 289.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar