PENDAHULUAN
Sebagai agama yang universal dalam ajarannya Islam tidak hanya
mengatur bagaimana umat beribadah kepada Allah yang merupakan Tuhan sekaligus
sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Begitu juga dengan ajarannya yang
disampaikan oleh Rasulullah saw. Isi yang dikandungnya tidak hanya berisi
bagaimana seorang hamba beribadah kepada Allah semata tapi ia juga mencakup
seluruh aspek kehidupan dari umatNya.
Keuniversalan
ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah dapat dilihat dan dibuktikan dengan
kompleksitas dan komprehensifnya Islam terhadap segala permasalahan dan problem
umatnya. Jika kita lihat dan amati dewasa ini, maka akan banyak kita dapati
bahwa ternyata baik ulama terdahulu maupun ulama yang kontemporer banyak
menulis kitab-kitab fiqh yang beraneka macam jenis dan ragamnya. Seperti adanya
fiqh tentang wanita, politik, Negara, zakat dan masih banyak lagi jenis dan
macamnya. Ini merupakan salah satu dari kompleksitas dan kekomprehensifan
ajaran Islam.
Terdapatnya
kitab-kitab fiqh yang beraneka ragam, baik yang membahas permasalahan yang
sudah ada maupun permasalahan yang saat ini baru muncul dan berkembang di
masyarakat. Fiqh kontemporer adalah salah satu fiqh yang saat ini cukup dapat
menjawab problematika yang ada di masyarakat.
Berangkat dari
paparan di atas, maka pada makalah yang kami susun ini merupakan sebuah
permasalahan dari permasalahan kontemporer yang ada saat ini yaitu khitan pada
anak perempuan.
Permasalahan
1.
Landasan
hukum khitan?
2.
Dampak
hygeine dari khitan?
3.
Bagaimana
khitan pada wanita?
4.
Manfaat
khitan menurut kesehatan?
5. Batasan Seorang yang di khitan ?
PEMBAHASAN
A.
Landasan
hukum khitan
1)
Definisi
khitan[1]
Menurut
Ibnu Manzhur,, khitan berasal dari kata al-khatnu, yaitu bagian yang
harus dipotong dari kaum laki-laki maupun wanita. Dalam sebuah hadits
disebutkan:
إذا التقى الختانان فقد وجب عليه الغسل (رواه النسائ و الترمذى)
Dari hadits ini berarti khitan berlaku bagi laki-laki dan wanita.
Ada yang berpendapat, istilah khitan dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan bagi
wanita disebut khafadh. Proses pemotongannya disebut i’dzar dan khafadh.
Khitanah adalah profesi juru khitan dan khatan adalah pekerjaan
mengkhitan anak-anak.
Para ulama ilmu
syariat mendefinisikan khitan sebagai berikut: “Memotong sebagian dari bagian
tertentu dari anggota tubuh tertentu.”
Mayoritas ulama juga telah menetapkan
definisi khitan, dan berikut ini sebagian di antaranya:
o Menurut Al-Mawardy, khitan orang laki-laki ialah dengan memotong
kulit yang menutupi kepala penis. Dan khitan bagi wanita ialah dengan memotong
kulit di bagian atas vagina (kelentit).
o Menurut Imamul-Haramain, yang selayaknya bagi laki-laki ialah
dengan memotong qulfah (kulit penutup kepala penis sebelum dikhitan),
yaitu kulit yang menutupi kepala penis, sehingga tidak ada lagi sisa kulit yang
menjulur.
o Menurut Imam An-Nawawy, yang harus dilakukan laki-laki ialah
memotong semua kulit yang menutupi kepala penis, sehingga seluruh kepala bagian
penis tampak. Dan, bagi wanita ialah dengan memotong ujung kulit di bagian atas
vagina.
2)
Hukum
khitan[2]
Karena tidak adanya dalil-dalil yang
kuat, tegas dan pasti dari pembuat syariat, maka para ulama pun berbeda
pendapat mengenai masalah ini, tergantung kepada perbedaan sisi pandang mereka
terhadap dalil-dalil yang ada, atau tergantung kepada satu dalil saja. Tetapi
meskipun begitu, memungkinkan bagi kita untuk membatasi pendapat para ulama
menjadi tiga macam pendapat:
Pertama: Khitan wajib bagi laki-laki dan wanita, tanpa ada perbedaan antara
keduanya. Di antara orang yang berpendapat seperti ini adalah Asy-Syafi’y.
Pendapat ini juga diriwayatkan dari Atha’. Bahkan dia berkata, “Andaikata orang
dewasa masuk Islam, maka Islamnya belum sempurna sehingga dia dikhitan.”
Dalil
yang menguatkan pendapat ini adalah firman Allah:
ثم أوحينا أن اتبع ملة إبراهيم حنيفا وماكان من المشركين (النحل: 123)[3]
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
telah menjelaskan bahwa Ibrahim Alaihis-Salam juga telah khitan,
dengan berkata:
“Ibrahim
melakukan khitan, sedangkan beliau sudah berumur delapan puluh tahun dengan
menggunakan alat pertukangan kayu.”
Dengan
memperbincangkan satu dalil, bahwa perbuatan Ibrahim Alaihis-Salam tidak
menunjukkan wajibnya khitan. Sebab bisa saja apa yang dilakukan itu hanya
sebatas sunat. Namun orang yang mewajibkan khitan menolak pendapat ini, dengan
menyatakan bahwa Ibrahim tidak mengerjakan hal itu pada umurnya yang sudah
relatif lanjut kecuali karena perintah Allah.
Kedua:
Khitan wajib bagi laki-laki dan sunat bagi wanita. Artinya, mereka setuju
dengan pendapat pertama di atas tentang kewajiban khitan, tetapi hanya berlaku
bagi kaum laki-laki saja. Berbeda dengan kaum wanita. Di antara mereka yang
berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad bin Hambal.
Dalil yang mereka pergunakan tentang
sunat khitan bagi wanita adalah hadits Syaddad bin Aus, dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, beliau berkata:
الختان سنة للرجال و مكرمة للنساء (رواه أحمد و أبو داود)
Ketiga: Khitan adalah sunat
bagi laki-laki dan wanita. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik dan
mayoritas ulama. Pendapat ini juga dinukil dari sebagian madzhab Asy-Syafi’y
dan Abu Hanifah. Mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
Anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata:
“Fithrah itu ada lima perkara,,
yaitu khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan
mencukur kumis.”
B.
Dampak
hygeine dari khitan[4]
Ada beberapa dampak hygeine dari pelaksanaan khitan, di antaranya:
1)
Khitan
itu membawa kebersihan, keindahan dan meluruskan syahwat.
2)
Khitan
itu merupakan cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai penyakit.
Dr.
Shabri al-Qabani, di dalam bukunya Hayatuna al-Jinsiyah (kehidupan
seksual kita) mengatakan bahwa khitan mempunyai beberapa dampak hygeine, di
antaranya:
1)
Dengan
terkelupasnya quluf berarti seseorang akan selamat dari peluh berminyak
dan sisa kencing yang mengandung lemak dan kotor. Sisa tersebut tentu bisa
mengakibatkan gangguan kencing dan pembusukan.
2)
Dengan
dipotong quluf, berarti seseorang akan selamat dari bahaya terganggunya
hasafat ketika mengembang.
3)
Khitan
dapat mengurangi kemungkinan terjangkit penyakit kanker. Kenyataan ini
membuktikan bahwa kanker banyak terjangkit pada orang-orang yang qulufnya
sempit dan jarang didapat pada bangsa-bangsa yang berpegang, bahwa khitan itu
wajib.
4)
Jika
segera mengkhitankan anak, memungkinkan untuk menghindarkan anak dari ngompol.
Dr.
Ali Akbar, misalnya berpendapat bahwa wanita yang tidak berkhitan dapat menimbulkan
penyakit bagi suami bila bersetubuh, karena kelentitnya mengeluarkan smegma
yang berbau busuk dan dapat menjadi perangsang timbulnya kanker pada zakar
lelaki dan kanker pada leher rahim wanita, sebab di dalamnya hidup hama, virus
yang menyebabkan kanker tersebut.
Prof. Dr. Hinselman juga beranggapan
bahwa laki-laki yang tidak berkhitan bisa menjadi sebab timbul kanker leher
rahim bagi wanita pasangannya.
C.
Bagaimana
khitan pada wanita[5]
Ulama fiqih juga berbeda pendapat mengenai
khitan bagi wanita. Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, khitan bagi wanita
merupakan suatu kehormatan atau kemuliaan dan hukumnya mubah (boleh saja),
seperti sabda Nabi saw “ khitan itu sunnah bagi laki-laki dan makramah
(kehormatan ) bagi kaum wanita”. (HR al-Jamaah) sedangkan menurut mazhab
Syafi’i, hukumnya tetap wajib sebagaimana laki-laki. Dasarnya adalah keumuman
perintah Nabi dalam sabdanya, “potonglah rambut jahiliah dan berkhitanlah.”
Dalam hadits ini tidak dibedakan antara laki-laki dan prempuan. Artinya, khitan
bagi perempuan dan laki-laki diwajibkan.
Dalam pemikiran Prof. Dr. Yusup al-Qaradhawi,
ulama kontemporer dari mesir, pendapat yang dianggap paling baik (paling dapat
diterima dan lebih realistis) bagi perempuan adalah khitan ringan. Sebagaimana
terdapat dalam salah satu hadits yang artinya, “ bahwa Nabi saw. Pernah berkata
kepada seorang wanita juru khitan anak perempuan, sedikit sajalah dipotongnya
dan hal itu akan menambah cantik wajahnya dan akan membuat terhormat dalam
pendangan suaminya di kemudian hari.
Lebih lanjut, Yusuf al-Qaradhawi mengatakan
bahwa khitan di berbagai negeri islam tidak sama. Ada negeri yang tradisi
penduduk muslimnya mengkhitankan anak perempuan antara lain di Indonesia,
Malaysia dan Brunai Darussalam. Namun ada yang tidak melakukannya antara lain;
negara-negara timur tengah. Pengkhitanan yang paling cocok, khususnya bagi anak
perempuan adalah pengkhitanan yang sedikit, namun pada akhirnya terserah pada
orang tuanya.[6]
Dengan demikian pelaksanaan khitan bagi perempuan
juga harus didasarkan pada asas kemaslahatan. Jika ada alasan dan prosedur
medis yang membawa maslahat bagi perempuan dalam khitan, menjadi boleh bahkan
sunnah. Sebaliknya bila menimbulkan efek negatif (madharat bagi perempuan)
seperti dapat menghilangkan kenikmatan seksual perempuan maka hukumnya tidak
boleh. Ini berbeda bila pelaksanaan praktek khitan perempuan yang hanya
mencolek ujung klitoris dengan jarum secara ringan untuk melepaskan kulit atau
kudung klitoris saja, maka justru akan membawa maslahat. Karena jika kudung
klitoris masih utuh, menurut para ahli seksologi, perempuan justru akan
kesulitan mencapai orgasme dan kenikmatan seksual. Dengan khitan yang mengikuti
prosedur yang benar tersebut akan membantuh menumbuhkan kepekaan (sensualitas
dan sensitivitas) seksual perempuan di dalam bersenggama sehingga dapat mencapa
orgasme tanpa kesulitan.[7]
Menurut tradisi, maka khitanan pada
anak perempuan ini sedikitnya terdapat empat cara:
1)
Memotong
sedikit dari kulit sebelah atas “Vulva” (farji).
2)
Memotong
“badhr” (praeputium clitoridis) yaitu kulit penutup kelentit.
3)
Memotong
“labia minora”.
4)
Memotong
bagian clitoris yang tampak keluar.
Sebagaimana yang diketahui, khitan
termasuk Sunnah Nabi Shallallahu Alaihis-Salam. Hal ini sudah cukup untuk mengatakannya sebagai keutamaan dan
kemuliaan. Tetapi nash-nash syariat yang shahih selalu sesuai dengan pengabaran
ilmiah yang teruji. Dari berbagai kesesuaian inilah perintah khitan dating dari
syariat maupun dari ilmu kedokteran. Kita mendapatkan para pakar yang tahu
persis tentang anggota tubuh manusia ini, menetapkan para pakar yang tahu
persis tentang anggota tubuh manusia ini, menetapkan sekian banyak manfaat
khitan. Padahal sebagian besar dari mereka itu adalah orang-orang non-Muslim.
Di antara manfaat-manfaat khitan sebagaimana yang disebutkan para
pakar adalah:
1)
Ada
manfaat yang sangat penting dalam khitan. Sebab sudah jelas bahwa di dalam qulfah
terdapat microbe (kuman) yang semakin bertambah banyak bila kita tidak
memotongnya pada waktu yang tepat, yang kadang-kadang bisa berakibat fatal bagi
seseorang. Maka jalan keluar menurut ilmu kedokteran dan menurut para pakarnya
ialah dengan memotongnya sesegera mungkin.
2)
Pada
waktu kencing, sebagian kencing ada yang masih terselip di antara qulfah
dan kepala penis. Di samping sisa-sisa kencing ini merupakan sarang yang subur
bagi microbe di tempat itu, biasanya juga masih keluar setelah diceboki,
sehingga najisnya mengenai badan atau pun pakaian, sehingga hal ini seringkali
menimbulkan rasa was-was bagi seseorang. Sebab dia menduga-duga sisa-sisa
kencing itu keluar lagi dari penis, sehingga dia harus wudhu lagi.
3)
Memotong
qulfah mempunyai pengaruh yang sangat baik bagi hubungan suami istri.
Sebab wanita yang tidak dikhitan akan mendapat kenikmatan puncak dari hubungan
seksual, yang tidak didapatkan pada wanita yang dikhitan. Wanita yang dikhitan
mendapatkan kenikmatan seksual yang tidak terlalu berlebih-lebihan. Maka
tatkala wanita yang tidak dikhitan mencapai kenikmatan seksual yang memuncak,
justru bisa menimbulkan resiko yang besar.
4)
Di
samping khitan sebagai salah satu syiar Islam, ia juga untuk membedakan antara
orang Muslim yang menjaga sunnah agamanya
dan orang yang menentangnya atau
menentang akidah Islam. Sebab yang menjaga tradisi khitan adalah orang-orang
Muslim..
E.
Batasan Seorang yang di khitan
Menurut Imam an-Nawawi, usia untuk berkhitan tidak
ditentukan secara khusus dan tegas oleh syara. Dianjurkan mengerjakan khitan
itu selekas mungkin, bahkan sebaiknya hari ketujuh sesudah lahir, jika dianggap
bayi tidak akan mendapat bahaya karena itu, seperti yang dilakukan di Timur
Tengah. Dalam tradisi masyarakat Islam Indonesia terutama bagi anak laki-laki.
Keluarga muslim biasanya mengkhitan anaknya yang pria pada usiah tingkat
sekolah dasar, yakni sekitar usia 6-12 tahun.[9]
KESIMPULAN
Secara terminologi
khitan berarti memotong sedikit kulit yang menutup pada anggota tubuh tertentu.
Hal ini senada dengan dengan pendapat dari para ulama. Adanya pendapat yang
beraneka ragam dari para ulama, maka hukum yang timbul dari permasalahan inipun
menjadi banyak. Setidak-tidaknya terdapat tiga pendapat yang menyatakan hukum
dari khitan ini.
Dari adanya
pendapat yang beraneka ragam ini, maka kami mengambil kesimpulan bahwa khitan
pada laki-laki adalah wajib sedangkan pada wanita adalah sunnah. Hal ini
dikarenakan ketidak jelasan nash yang menyatakan bahwa khitan pada wanita
adalah wajib atau sunnah jadi tidak masalah apakah dilaksanakan atau tidak.
Adanya bermacam
cara dalam khitan terhadap wanita, maka seharusnya bagi orang tua yang
mempunyai anak perempuan apabila ingin menkhitankan anak perempuannya hendaknya
ia mengkhitankan anaknya pada tenaga medis yang berpengalaman dan profesional. Dengan
diserahkannya suatu hal kepada ahlinya tentunya ketenangan batin dan
keterjaminan serta keyakinan akan keselamatan bisa dipenuhi.
Sungguh Maha Besar
Allah dalam agama ini. Khitan adalah sebuah perkara dalam bidang kesehatan yang
ternyata dalam Islam hal ini juga tidak luput dari perhatian. Inilah di antara
beberapa hikmah yang sebenarnya susah bagi sebagian kita untuk menungkapnya.
Begitu juga dengan khitan, dengan melakukan khitan akan menjamin kebersihan
organ vital laki-laki juga bentuk ketaatan kita sebagai hamba Allah dalam
berakidah.
DAFTAR PUSTAKA
(2002) Islam Untuk Disiplin Ilmu
Kedokteran dan Kesehatan I. Cet.4; Departemen Agama RI Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam.
As-Sayyid Ibrahim, Majdi, (1999) Lima Puluh Wasiat
Rasulullah saw Bagi Wanita, Cet. 5; Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Ali Hasan, M, (1998) Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada
Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Cet. 3; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
(2004) Al-Quran digital version 2.1.
Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, Cet 1, Jakarta; Gema Insani Press, (2003).
[1] Majdi
As-Sayyid Ibrahim, Lima Puluh Wasiat Rasulullah saw Bagi Wanita, (Cet.
5; Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar,
1999), hal. 109-110.
[2] Ibid,
hal. 110-112.
[3] Al-Quran
digital version 2.1 2004.
[4] M.
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah pada Masalah-masalah Kontemporer
Hukum Islam, (Cet. 3; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hal.
182-183.
[5] Islam
Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan I, (Cet. 4; Departemen Agama
RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), hal. 68.
[6] Fiqih
aktual(jawaban tuntas masalah kontemporer), Setiawan Budi Utomo, cet 1,
Jakarta: Gema insani press, 2003, hal 287-288.
[8] Op.
Cit. Majdi As-Sayyid Ibrahim, hal. 114-116.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar