Kamis, 15 November 2012

MANISNYA IMAN



MANISNYA IMAN
Adalah umum orang yang memiliki sesuatu tentu ingin merasakan nikmat dan manfaat dari sesuatu yang dimilikinya itu. Apa guna punya radio bagus kalau telinga tuli, apa guna punya sepatu mahal kalau tidak punya kaki, apa guna punya TV berwarna gambarnya terang kalau mata buta.
Demikian juga iman, apa arti iman itu kalau kita belum bisa merasakan nikmatnya, indahnya, dan manisnya iman. Orang yang merasa manisnya iman, manis rasanya ketika dia sujud, manis rasanya ketika dia berlapar dan berhaus melaksanakan ibadah puasa, manis rasanya ketika dia menginfakkan sebagian dari harta yang dimilikinya, manis rasanya ketika dia melaksanakan wukuf di padang arafah berhaji untuk Allah, manis rasanya melaksanakan apapun yang menjadi tuntutan dari ibadah imannya itu.
Untuk bisa menikmati manisnya, indahnya iman, Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita ada 3 perkara, siapa yang memiliki 3 perkara tersebut dia akan merasakan manisnya iman dan indahnya iman itu.
Pertama, seseorang yang ceritanya kepada Allah dan Rasulnya diatas segalanya. Kita diberikan hati, dalam hati bertumpuk sejuta rasa apa yang paling dominan di hati, itulah yang menjadi kecendrungan kita. Kita cinta harta benda! Tentu, kita cinta tanah air! Itupun bagian dari iman, cinta pangkat dan jabatan! Wajar, kita cinta anak dan istri! Ia, dan agama pun tidak melarang. Cintailah apa yang engkau perlu cintai, tetapi ingat pada suatu saat kita akan berpisah. Kepada Allah dan Rasulnyalah kita tidak akan berpisah selamanya. Kesanalah idealnya kita memperbanyak rasa cinta ini.
Kedua, dia cinta kepada sesama hamba karena Allah semata, bukan karena kepentingan. Kalau cinta karena kepentingan kita taat dan setia, tetapi begitu kita merasa kepentingan kita diabaikan kita jadi musah nomor 1. Pantas saja kalau di panggung politik ada pameo tidak ada teman abadi, yang ada tujuan abadi. Hari ini menjadi teman besok menjadi lawan, hari ini disanjung besok digusur. Agama menganjurkan agar cinta sesama hamba karena Allah bukan karena kepentingan, bukan mencari kehormatan diri, tetapi semata-mata kerena Allah. Kau di jalan Allah maka kau saudara saya, kau keluar di jalan Allah maka sampai di sini saja. Contoh “saya sih tau kalau minum minuman keras itu haram tetapi saya menghormati teman jadi saya ikut minum”. Contoh di atas menghormati teman tetapi mengorbankan keyakinan, untuk hal-hal seperti itu tidak ada toleransi. Bersaudara karena Allah, berteman karena Allah, berpisahpun juga karena Allah.
Ketiga, dia benci kekafiran, kebatilan, kezaliman, kemungkaran, ketidak adilan, dan maksiat, Sebagaimana dia tidak suka kepada neraka. Jangankan masuk neraka mendekatpun kita tidak mau, seperti itulah seharusnya sikap kita menghadapi kemungkaran. Bukankah Rasulullah mengisyaratkan kalau kamu melihat kemungkaran cegahlah dengan tangan, kalau kamu tidak mampu maka dengan lidah, jika tidak sanggup maka dengan hati, setidaknya jangan join dengan kebatilan dan kemungkaran tersebut.

1 komentar:

  1. Cukup jelas uraian tentang Manisnya Iman sehingga mudah dipahami. Makasih atas artikelnya...

    BalasHapus