MANISNYA
IMAN
Adalah umum orang yang
memiliki sesuatu tentu ingin merasakan nikmat dan manfaat dari sesuatu yang
dimilikinya itu. Apa guna punya radio bagus kalau telinga tuli, apa guna punya
sepatu mahal kalau tidak punya kaki, apa guna punya TV berwarna gambarnya terang
kalau mata buta.
Demikian juga iman, apa
arti iman itu kalau kita belum bisa merasakan nikmatnya, indahnya, dan manisnya
iman. Orang yang merasa manisnya iman, manis rasanya ketika dia sujud, manis
rasanya ketika dia berlapar dan berhaus melaksanakan ibadah puasa, manis
rasanya ketika dia menginfakkan sebagian dari harta yang dimilikinya, manis
rasanya ketika dia melaksanakan wukuf di padang arafah berhaji untuk Allah,
manis rasanya melaksanakan apapun yang menjadi tuntutan dari ibadah imannya
itu.
Untuk bisa menikmati
manisnya, indahnya iman, Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita ada 3 perkara,
siapa yang memiliki 3 perkara tersebut dia akan merasakan manisnya iman dan
indahnya iman itu.
Pertama,
seseorang yang ceritanya kepada Allah dan Rasulnya diatas segalanya. Kita diberikan
hati, dalam hati bertumpuk sejuta rasa apa yang paling dominan di hati, itulah
yang menjadi kecendrungan kita. Kita cinta harta benda! Tentu, kita cinta tanah
air! Itupun bagian dari iman, cinta pangkat dan jabatan! Wajar, kita cinta anak
dan istri! Ia, dan agama pun tidak melarang. Cintailah apa yang engkau perlu
cintai, tetapi ingat pada suatu saat kita akan berpisah. Kepada Allah dan
Rasulnyalah kita tidak akan berpisah selamanya. Kesanalah idealnya kita memperbanyak
rasa cinta ini.
Kedua,
dia cinta kepada sesama hamba karena Allah semata, bukan karena kepentingan. Kalau
cinta karena kepentingan kita taat dan setia, tetapi begitu kita merasa
kepentingan kita diabaikan kita jadi musah nomor 1. Pantas saja kalau di
panggung politik ada pameo tidak ada teman abadi, yang ada tujuan abadi. Hari ini
menjadi teman besok menjadi lawan, hari ini disanjung besok digusur. Agama menganjurkan
agar cinta sesama hamba karena Allah bukan karena kepentingan, bukan mencari
kehormatan diri, tetapi semata-mata kerena Allah. Kau di jalan Allah maka kau
saudara saya, kau keluar di jalan Allah maka sampai di sini saja. Contoh “saya
sih tau kalau minum minuman keras itu haram tetapi saya menghormati teman jadi
saya ikut minum”. Contoh di atas menghormati teman tetapi mengorbankan
keyakinan, untuk hal-hal seperti itu tidak ada toleransi. Bersaudara karena
Allah, berteman karena Allah, berpisahpun juga karena Allah.
Ketiga,
dia benci kekafiran, kebatilan, kezaliman, kemungkaran, ketidak adilan, dan
maksiat, Sebagaimana dia tidak suka kepada neraka. Jangankan masuk neraka
mendekatpun kita tidak mau, seperti itulah seharusnya sikap kita menghadapi
kemungkaran. Bukankah Rasulullah mengisyaratkan kalau kamu melihat kemungkaran
cegahlah dengan tangan, kalau kamu tidak mampu maka dengan lidah, jika tidak
sanggup maka dengan hati, setidaknya jangan join dengan kebatilan dan
kemungkaran tersebut.
Cukup jelas uraian tentang Manisnya Iman sehingga mudah dipahami. Makasih atas artikelnya...
BalasHapus