Sabtu, 03 November 2012

NASEHAT



TIDAK ADA TUGAS YANG LEBIH PENTING DARI INI
Seorang desen wanita di perguruan tingi di inggris, berdiri dihadapan ratusan mahasiswa untuk memberikan kuliah terakhir terkait masa pensiunnya. Dengan begitu, otomatis dia akan segera meninggalkan pekerjaannya. Demikian pidatonya:
Usaiaku telah mencapai enam puluh tahun, aku telah mencapai ketinggian kedudukan. Dari tahun ketahun kesuksesan senantiasa bersamaku. Aku berhasil memberi banyak pengaruh pada masyarakat. Setiap menit kehidupanku selalu datang keberuntungan. Aku berhasil dikenal khalayak luas, meraih kekayaan yang banyak, dan mendapat kesempatan untuk keliling dunia, tetapi apakah aku bahagia dengan semua yang aku capai?.....
Sekarang setelah semua keberhasilan tersebut berhasil aku genggam, ternyata disela-sela kesibukanku mengajar, bepergian dan meraih ketenaran, aku melupakan satu hal yang lebih penting dari semua itu bagi seorang wanita.
Aku lupa untuk menikah, lupa untuk memiliki anak kemudian aku menjadi seorang ibu, dan aku akan tenang dengannya. Aku sampai tidak ingat bahwa umurku terus bertambah dan aku tidak merasakannya kecuali setelah aku memasuki masa pensiun ini. Sekarang aku merasa sedih dan berputus asa. Aku merasa kehilangan segala sesuatu dalam kehidupanku dan merasa belum melakukan sesuatu pun. Bahkan, seakan aku kehilangan  segalanya dalam kehidupanku. Apa yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun seakan hilang tak berbekas. Aku akan meninggalkan profesiku/karirku, kemudian akan berlalu setahun atau dua tahun berikutnya. Setelah itu semua orang akan melupakanku dengan kesibukan mereka masing-masing.
Sekiranya aku menikah dan memiliki keluarga besar, tentu akan meninggalkan pengaruh yang besar dan terus menerus bagi keluargaku tersebut. Dan dalam kehidupan, hal ini lebih utama untuk dilakukan.
Sesungguhnya tugas wanita dan peranannya yang paling penting adalah menikah dan membentuk keluarga serta mendidik anak-anak shalih yang bermanfaat bagi masyarakat mereka. Setelah hal itu terlaksana kemudian memikirkan dan melakukan profesi lain tidaklah terlarang baginya. Kesungguhan apapun dalam beramal dengan meninggalkan tugas utamanya maka hal itu tidak akan bernilai bagi kehidupannya.
Sesungguhnya aku menasehati setiap mahasiswi untuk mendahulukan  suatu hal yang penting ini, setelah itu baru memikirkan  ijazah, atau masalah pekerjaan ataupun ketenaran jika memang hal itu sangat dibutuhkan.
Sesungguhnya mereka orang-orang yang layak dikasihani, dan para gadis menghabiskan usianya sementara mereka tidak mengetahui hakikat kehidupan kecuali setelah berada pada usia senjanya. Maka satu hal yang mengherankan jika gadis-gadis islam yang telah berumur masih asyik mengejar ijazah dan pekerjaan tanpa mengikuti petunjuk. Padahal Allah swt telah menunjukkan jalannya kepada kita, menerangkan jalan yang benar, serta lebih membahagiakan dan menyenangkan kehidupan seorang wanita. Dan berbahagialah orang yang mampu memberikan nasehat kepada yang lainnya. Maka hendak menuju kemanakah engkau wahai putri islam?.....




TAKKAN KUMAAFKAN ENGKAU DUHAI AYAH!
Sang ayah telah meninggal. Tetapi, sang putri tidak memaafkannya. Mengapa demikian?... karena ssang ayah telah menghalangi hak sang putri secari syar’i untuk menikah, meraih ketenangan dan memiliki keturunan, serta menjaga kemaluan dari gelora nafsu dengan alasan-alasan yang lemah. Ketika menolak calon suami bagi sang anak, selalu saja ada alasan-alasan dari sanga ayah. Misalnya adalah bahwa lelaki itu posturnya terlalu tinggi, terlalu pendek, dan terkadang juga dengan alasan tidak selevel.
Segala alasan-alasan yang lemah selalu dilontarkan sang ayah sampai-sampai sang putri umurnya makin bertambah tua dan belum juga mendapatkan pendamping hidup, ketika kematian datang menjemput, sang ayah pun kemudian meminta maaf kepadanya.
Akan tetapi, sang putri justru berkata “aku takkan memaafkanmu duhai ayah” karena selama ini engkau telah menyebabkanku berada dalam kerugian, penyesalan, rasa sakit dan terhalanginya hak-hak dalam kehidupanku. Lihatlah apa yang bisa aku lakukan dengan ijazah yang tergantung pada dinding rumahku sementara diantara tembok tersebut tidak ada seorang pun anak kecil yang berlari-lari didalamnya? Apa yang bisa aku lakukan sedangkan tidak ada teman diranjangku? Aku tidak bisa menyusi bayi, tak bisa mendekapnya ke dadaku, tak bisa mengadukan kesedihanku kepada lelaki yang aku cintai dan dia pun mencintaiku. Karena bagaimana pun cinta seorang suami tidaklah sama sebagaimana cintamu. Dan kasuihsayagnya pun tidaklah sama dengan kasihsayangmu.
Kisah ini kubuat  agar menjadi renungan kita, semoga kita dipersatukan. Amin.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar