TIDAK ADA TUGAS YANG LEBIH PENTING DARI INI
Seorang
desen wanita di perguruan tingi di inggris, berdiri dihadapan ratusan mahasiswa
untuk memberikan kuliah terakhir terkait masa pensiunnya. Dengan begitu,
otomatis dia akan segera meninggalkan pekerjaannya. Demikian pidatonya:
Usaiaku
telah mencapai enam puluh tahun, aku telah mencapai ketinggian kedudukan. Dari
tahun ketahun kesuksesan senantiasa bersamaku. Aku berhasil memberi banyak
pengaruh pada masyarakat. Setiap menit kehidupanku selalu datang keberuntungan.
Aku berhasil dikenal khalayak luas, meraih kekayaan yang banyak, dan mendapat
kesempatan untuk keliling dunia, tetapi
apakah aku bahagia dengan semua yang aku capai?.....
Sekarang
setelah semua keberhasilan tersebut berhasil aku genggam, ternyata disela-sela
kesibukanku mengajar, bepergian dan meraih ketenaran, aku melupakan satu hal
yang lebih penting dari semua itu
bagi seorang wanita.
Aku
lupa untuk menikah, lupa untuk memiliki anak kemudian aku menjadi seorang ibu,
dan aku akan tenang dengannya. Aku sampai tidak ingat bahwa umurku terus
bertambah dan aku tidak merasakannya kecuali setelah aku memasuki masa pensiun
ini. Sekarang aku merasa sedih dan berputus asa. Aku merasa kehilangan segala
sesuatu dalam kehidupanku dan merasa belum melakukan sesuatu pun. Bahkan,
seakan aku kehilangan segalanya dalam
kehidupanku. Apa yang telah aku lakukan selama bertahun-tahun seakan hilang tak
berbekas. Aku akan meninggalkan profesiku/karirku, kemudian akan berlalu
setahun atau dua tahun berikutnya. Setelah itu semua orang akan melupakanku
dengan kesibukan mereka masing-masing.
Sekiranya
aku menikah dan memiliki keluarga besar, tentu akan meninggalkan pengaruh yang
besar dan terus menerus bagi keluargaku tersebut. Dan dalam kehidupan, hal ini
lebih utama untuk dilakukan.
Sesungguhnya
tugas wanita dan peranannya yang paling penting adalah menikah dan membentuk
keluarga serta mendidik anak-anak shalih yang bermanfaat bagi masyarakat mereka.
Setelah hal itu terlaksana kemudian memikirkan dan melakukan profesi lain tidaklah
terlarang baginya. Kesungguhan apapun dalam beramal dengan meninggalkan tugas
utamanya maka hal itu tidak akan bernilai bagi kehidupannya.
Sesungguhnya
aku menasehati setiap mahasiswi untuk mendahulukan suatu hal yang penting ini, setelah itu baru memikirkan ijazah, atau masalah pekerjaan ataupun
ketenaran jika memang hal itu sangat dibutuhkan.
Sesungguhnya
mereka orang-orang yang layak dikasihani, dan para gadis menghabiskan usianya
sementara mereka tidak mengetahui hakikat kehidupan kecuali setelah berada pada
usia senjanya. Maka satu hal yang mengherankan jika gadis-gadis islam yang
telah berumur masih asyik mengejar ijazah dan pekerjaan tanpa mengikuti
petunjuk. Padahal Allah swt telah menunjukkan jalannya kepada kita, menerangkan
jalan yang benar, serta lebih membahagiakan dan menyenangkan kehidupan seorang
wanita. Dan berbahagialah orang yang mampu memberikan nasehat kepada yang
lainnya. Maka hendak menuju kemanakah engkau wahai putri islam?.....
TAKKAN KUMAAFKAN ENGKAU DUHAI AYAH!
Sang
ayah telah meninggal. Tetapi, sang putri tidak memaafkannya. Mengapa
demikian?... karena ssang ayah telah menghalangi hak sang putri secari syar’i
untuk menikah, meraih ketenangan dan memiliki keturunan, serta menjaga kemaluan
dari gelora nafsu dengan alasan-alasan yang lemah. Ketika menolak calon suami
bagi sang anak, selalu saja ada alasan-alasan dari sanga ayah. Misalnya adalah
bahwa lelaki itu posturnya terlalu tinggi, terlalu pendek, dan terkadang juga
dengan alasan tidak selevel.
Segala
alasan-alasan yang lemah selalu dilontarkan sang ayah sampai-sampai sang putri
umurnya makin bertambah tua dan belum juga mendapatkan pendamping hidup, ketika
kematian datang menjemput, sang ayah pun kemudian meminta maaf kepadanya.
Akan
tetapi, sang putri justru berkata “aku takkan memaafkanmu duhai ayah” karena
selama ini engkau telah menyebabkanku berada dalam kerugian, penyesalan, rasa
sakit dan terhalanginya hak-hak dalam kehidupanku. Lihatlah apa yang bisa aku
lakukan dengan ijazah yang tergantung pada dinding rumahku sementara diantara
tembok tersebut tidak ada seorang pun anak kecil yang berlari-lari didalamnya?
Apa yang bisa aku lakukan sedangkan tidak ada teman diranjangku? Aku tidak bisa
menyusi bayi, tak bisa mendekapnya ke dadaku, tak bisa mengadukan kesedihanku
kepada lelaki yang aku cintai dan dia pun mencintaiku. Karena bagaimana pun
cinta seorang suami tidaklah sama sebagaimana cintamu. Dan kasuihsayagnya pun
tidaklah sama dengan kasihsayangmu.
Kisah
ini kubuat agar menjadi renungan kita,
semoga kita dipersatukan. Amin.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar